Ketika Harimau Menyapa Padangsidimpuan, Pergulatan Antara Mitos dan Penjelasan Ilmiah Warnai Diskusi Warga

Redaksi
Keterangan Foto: Ilustrasi pemandangan alam di Sumatera Utara, menunjukkan habitat potensial Harimau Sumatera

Padangsidimpuan, Sumatera Utara, KompasReal.com – Laporan penampakan Harimau Sumatera di Desa Pudun Jae, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, baru-baru ini, telah memicu ruang diskusi antara kepercayaan tradisional dan penjelasan ilmiah tentang konflik manusia-satwa liar.

Meskipun bukti fisik belum ditemukan, peristiwa ini menawarkan kesempatan untuk memahami interaksi kompleks antara manusia dan alam di wilayah tersebut.

Kesaksian warga setempat, yang melaporkan melihat atau mendengar tanda-tanda kehadiran harimau, menimbulkan kekhawatiran dan sekaligus menghidupkan kembali mitos-mitos lokal terkait satwa ini.

Mitos dan kepercayaan tradisional sering mengaitkan kemunculan harimau dengan pertanda buruk atau peristiwa gaib, mencerminkan bagaimana masyarakat setempat memahami dan berinteraksi dengan alam.

Sarifa (45) salah satu warga kecamatan Padangsidimpuan Selatan yang sempat membaca di media sosial soal kehadiran harimau sumatera di Desa Pudun Jae, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Jumat (30/5) mengaku sejak masa kecil sudah pernah mendengar mitos kehadiran Kucing Belang ada kaitan dengan kepercayaan tradisional tentang perilaku masyarakat.

Namun sepanjang usianya, fakta mitos yang sudah beredar turun – temurun itu belum pernah ditemui kebenarannya.

Sedangkan, Amas (58) juga warga kota Padangsidimpuan mendengar berita penampakan si Raja Rimba di kebun warga lebih menilai menduga kondisi hewan buas itu bisa jadi sedang sakit atau kekurangan makanan.

Menurutnya, Harimau hutan jarang sekali berpapasan dengan manusia karena sifatnya pun enggan dan tidak suka berintegrasi dengan manusia.

” Harimau hutan jarang sekali berpapasan dengan manusia karena sifatnya pun enggan dan tidak suka berintegrasi dengan manusia, kecuali harimau peliaraan” ujarnya  sembari berceloteh saat menanggapi informasi tersebut.

Secara ilmiah, peningkatan konflik manusia-satwa liar, termasuk dengan harimau, dikaitkan dengan faktor ekologis dan antropogenik.

Baca Juga :  Wabup Tapsel Dorong Digitalisasi Pendidikan Lewat Dapodik dan Sumut Net Corporate

Hilangnya habitat alami akibat deforestasi dan konversi lahan untuk pertanian atau perkebunan mengurangi wilayah jelajah harimau, memaksa mereka mendekati pemukiman manusia.

Persaingan sumber daya, terutama penurunan populasi mangsa alami harimau, juga berkontribusi pada konflik.

Perbedaan antara mitos dan fakta terletak pada metodologi dan landasannya. Mitos berakar pada kepercayaan tradisional dan interpretasi simbolik, sementara penjelasan ilmiah berlandaskan bukti empiris, data terukur, dan penalaran logis.

Meskipun mitos mencerminkan kekhawatiran dan pandangan masyarakat, penjelasan ilmiah memberikan kerangka kerja yang lebih akurat untuk mengelola interaksi manusia dan satwa liar.

Kejadian di Padangsidimpuan menyoroti perlunya pendekatan yang menghormati kearifan lokal sekaligus mengaplikasikan pengetahuan ilmiah.

Upaya konservasi, mitigasi konflik, dan edukasi publik yang komprehensif sangatlah penting untuk menciptakan harmoni antara manusia dan alam.

Kepala Desa (Kades) Pudun Jae, Riski Ibrahim Siregar, telah melakukan koordinasi intensif bersama warga yang mengaku telah melihat langsung seekor Harimau Sumatera berkeliaran di area Kebun milik warga. Hal ini diungkapkan Riski di Laman media sosial Facebook-nya.

“Jangan pergi berkebun sendirian, hindari berkebun terlalu pagi atau sore hari (usahakan jam 3-5 sore), dan segera laporkan jika melihat harimau lagi,” pesannya.

Ia juga menyebutkan bahwa tim gabungan BKSDA, TNI, dan Polri belum menemukan jejak harimau di lokasi karena kondisi tanah yang kering dan keras.