Tragedi Keracunan Massal Ancam Program MBG: Belajar dari China dan India, Indonesia Harus Perketat Pengawasan!

KompasReal.com

KompasReal.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia kini berada di ujung tanduk.

Lebih dari 1.000 anak di Jawa Barat dilaporkan mengalami keracunan makanan, menambah daftar panjang kejadian serupa setelah sebelumnya 800 siswa di Jawa Barat dan Sulawesi Tengah jatuh sakit.

Kasus ini bukan hanya menyoroti kualitas gizi, tetapi juga menguak kelemahan dalam rantai pengawasan makanan dalam skema nasional yang menelan anggaran fantastis, Rp171 triliun di tahun 2025 dan akan digandakan pada 2026.

Tragedi serupa pernah melanda negara-negara dengan program makan siang berskala besar seperti China dan India, bahkan memicu protes publik.

Belajar dari pengalaman pahit kedua negara tersebut, Indonesia harus segera berbenah dan memperketat pengawasan agar program MBG tidak berubah menjadi malapetaka.

China: Penegakan Hukum dan Transparansi yang Dipertanyakan

Journalists for Transparency mencatat, pada Juli 2025, sebuah TK di Gansu, China, dilanda skandal besar. Sebanyak 230 anak keracunan akibat makanan yang dicampur pigmen beracun untuk mempercantik tampilan.

Pemerintah China bertindak cepat dengan menangkap enam orang, termasuk kepala sekolah yang membeli pewarna ilegal secara daring.

Otoritas provinsi juga menerbitkan laporan publik, dan pemerintah pusat menekankan perlunya audit ketat dalam rantai penyediaan makanan sekolah.

Namun, sejarah panjang menunjukkan penanganan China tidak selalu transparan. Pada 2013, 244 siswa di Gansu jatuh sakit usai sarapan sekolah bersubsidi.

Pemerintah lokal kala itu sempat menuding “sugesti psikologis” alih-alih keracunan makanan.

Kritik pun muncul terkait lemahnya pengawasan dan proses tender yang rawan disalahgunakan. Baru setelah tekanan publik dan media internasional, regulasi distribusi makanan sekolah diperketat.

India: Perbaikan Regulasi dan Partisipasi Masyarakat

Baca Juga :  Skandal Dapur Bergizi Gratis: Anggota DPR Ungkap Dugaan Monopoli dan Kuota Fiktif!

India menghadapi tragedi yang lebih besar pada Juli 2013 di Bihar. Times of India mencatatkan sedikitnya 22 anak meninggal setelah menyantap makan siang gratis di bawah Mid-Day Meal Scheme. Investigasi menemukan adanya kontaminasi pestisida fosfor pada minyak masak.

Pemerintah India segera membentuk komisi penyelidikan, memberikan kompensasi 200.000 rupee (US$3.370) untuk tiap korban, dan menerapkan inspeksi dapur serta gudang penyimpanan bahan makanan.

Program makan gratis India sendiri merupakan salah satu yang terbesar di dunia, dengan target 120 juta anak. Meski sempat terguncang, pemerintah India tidak menghentikan programnya.

Sebaliknya, mereka memperbaiki standar kebersihan, menambah inspeksi acak, serta mendorong partisipasi komite orang tua dalam pengawasan makanan di sekolah-sekolah pedesaan.

Pelajaran Berharga untuk Indonesia

Pengalaman China dan India menawarkan dua pendekatan berbeda. China menekankan penegakan hukum dan audit ketat, meskipun kerap ada masalah transparansi. Sementara India menempuh jalur perbaikan regulasi dan partisipasi masyarakat setelah tragedi.

Kedua pendekatan ini bisa menjadi referensi penting bagi Indonesia, yang kini menghadapi tantangan menjaga kepercayaan publik terhadap MBG.

Pakar kesehatan menilai, kunci keberhasilan bukan hanya besarnya anggaran, namun juga sistem pengawasan lintas level yang melibatkan dapur penyedia, sekolah, hingga evaluasi independen.

Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dan transparan, program dengan niat mulia ini berpotensi berubah menjadi krisis nasional yang merugikan generasi muda, fondasi bangsa.

Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas untuk memastikan MBG benar-benar memberikan manfaat bagi anak-anak Indonesia, bukan justru menjadi ancaman bagi kesehatan mereka. (KR/CNBC)