Penangkapan Truk Kayu di Tapsel Picu Kontroversi, Gakkum LHK Bungkam Soal Kewenangan

Redaksi
Ilustrasi kayu bersumber dari PHAT

KompasReal.com, Tapanuli Selatan – Penangkapan empat truk bermuatan kayu log di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) pada Sabtu malam (4/10/2025) lalu menimbulkan polemik. Pasalnya, kayu yang diamankan diduga berasal dari areal penggunaan lain (APL), memicu pertanyaan tentang dasar hukum penangkapan tersebut.

Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Sumatera, Hari Novianto, membenarkan adanya penangkapan tersebut. Ia menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan pemeriksaan dan akan memberikan informasi lebih lanjut melalui rilis berita.

“Ya, ada kita amankan dan masih dalam proses pemeriksaan. Info selanjutnya nanti akan kita rilis beritanya,” ujar Hari kepada awak media, Selasa (7/10/2025).

Namun, Hari enggan berkomentar terkait kewenangan penangkapan kayu yang diduga berasal dari APL, penangkapan saat truk melintas, serta penahanan keempat sopir truk.

Informasi yang dihimpun media menyebutkan bahwa kayu log tersebut berasal dari pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) di Kelurahan Lancat,  Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).

Seorang praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya menilai penangkapan ini sebagai kriminalisasi terhadap pemilik PHAT. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan tidak berlaku di APL.

“Tindakan Gakkum LHK Wilayah Sumatera ini adalah kriminalisasi, merampas hak pemilik PHAT yang statusnya berada di luar kawasan hutan atau APL,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa penebangan dan pengangkutan kayu dari luar kawasan hutan seharusnya hanya dianggap sebagai pelanggaran administrasi.

Hingga saat ini, media masih berupaya mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang, mengingat adanya perbedaan informasi dan dugaan pelanggaran hukum.

Selain itu, muncul pertanyaan mengenai lambatnya BPHL Medan dalam melayani SI-PNBP, yang menyebabkan terhambatnya industri pengolahan kayu dan potensi kehilangan penerimaan negara.

Baca Juga :  Sidang Kasus ADD Sidimpuan, Terdakwa Maki Hakim, Ajak Duel Usai Divonis

Pelaku PHAT menyatakan kesiapannya membayar PNBP, namun belum ada kejelasan mengapa BPHL belum membuka layanan tersebut. Kayu yang diangkut terbukti berasal dari APL, namun pihak kehutanan terkesan menutup jalur pengangkutan kayu.

Hak masyarakat atas kayu di tanah miliknya seolah diabaikan. Padahal, pemegang hak atas tanah berhak memanfaatkan kayu di atas tanahnya. BPHL dinilai membiarkan masyarakat terus dihantui dengan ancaman pidana kehutanan. (KR02)