Daerah  

Inyiak Upiak Palatiang: Pendekar Perempuan Legendaris Minangkabau yang Jadi Maestro Seni dan Penjaga Tradisi

Redaksi

KompasReal.com,Sumbar–Suku Minangkabau kembali menegaskan identitasnya sebagai tanah yang melahirkan perempuan-perempuan tangguh dan berpengaruh. Selain sosok besar seperti Rasuna Said, Roehana Koeddeos, dan Rahmah El Yunusiyah, terdapat satu nama yang tak kalah monumental namun jarang disorot publik: Inyiak Upiak Palatiang, seorang pendekar perempuan sekaligus maestro seni tradisi Minang yang mewariskan jejak luar biasa bagi kebudayaan Nusantara.

Lahir di Tanah Datar, Sumatra Barat, tahun kelahiran Inyiak tidak pernah tercatat, bahkan oleh dirinya sendiri. Ia hanya mengingat bahwa ketika gempa besar Padang Panjang 1926 terjadi, anaknya telah berusia sekitar sepuluh tahun. Dari perkiraan itu, ketika menghembuskan napas terakhir pada 9 Mei 2010, usia Inyiak dipercaya telah melampaui satu abad, mencapai sekitar 110 tahun. Sosok renta namun berjiwa muda ini dikenang sebagai perempuan yang keras, disiplin, ceria, dan kuat memegang nilai adat Minangkabau.

Sebagai pendekar perempuan, kiprah Inyiak Upiak begitu dihormati. Ia menguasai Silek Gunuang, salah satu aliran silat tertua dan paling berpengaruh di Minangkabau. Dengan tiga jurus dasar—tangkok, piyuah, dan gelek—aliran ini menjadi induk dari berbagai cabang silat lain di Ranah Minang. Keahliannya bahkan pernah dipertontonkan pada acara Perhimpunan Aliran Silat Tradisional (PASTI) Minangkabau tahun 2003. Di antara 79 pendekar dari berbagai aliran, Inyiak adalah satu-satunya perempuan yang tampil, memukau penonton dengan kelincahan dan sorotan matanya yang tajam, meski usianya saat itu telah jauh melewati 100 tahun.

Lebih dari sekadar pendekar, Inyiak adalah seorang filsuf silat. Baginya, silat bukanlah ajang pamer kekuatan, melainkan ruang untuk memperkokoh persaudaraan. “Silat dilahirkan untuk mencari kawan, dan di batinnya mencari Tuhan,” tutur Inyiak. Ia menegaskan bahwa silat bukan ilmu untuk melukai orang, tetapi membunuh sifat-sifat buruk dalam diri manusia—iri, dengki, sombong, dan buruk sangka. Baginya, silat adalah ilmu Tuhan: runcing tapi tak menusuk, tajam tapi tak menyayat.

Tak hanya menguasai beladiri, Inyiak Upiak juga seorang maestro seni Minang. Ia menciptakan ratusan syair dendang saluang dan pantun randai yang hingga kini masih diwariskan secara turun-temurun. Syairnya melankolis, penuh filosofi, dan lahir dari pengalaman batin, gejala alam, hingga tragedi yang pernah terjadi. Gunung Singgalang menjadi sumber inspirasi utamanya. Banyak dendang legendaris—Singgalang Kubu Diateh, Singgalang Gunung Gabalo Itiak, Singgalang Ratok Sabu, hingga Indiang Batipuah—lahir dari perempuan luar biasa ini.

Baca Juga :  Salah Kaprah Tuduh Wartawan Bikin Ribut, Wali Kota Padangsidimpuan Diminta Evaluasi Kabag PBJ

Dalam kesehariannya, Inyiak berprofesi sebagai dukun beranak yang disegani masyarakat. Ia dikenal riang, aktif, dan pekerja keras. Hingga usia senja, ia masih pergi ke sawah menyiangi padi dan mengurus rumah seperti perempuan Minang lainnya. Keteguhan hati, kegigihan, dan kecintaannya pada tradisi membuatnya menjadi simbol perempuan Minang yang sesungguhnya—kuat, berbudaya, dan bersahaja.

Warisan Inyiak Upiak Palatiang bukan sekadar catatan sejarah, melainkan teladan yang menginspirasi generasi hari ini untuk merawat budaya dan menghormati akar tradisi. Kisah hidupnya mengajarkan bahwa kekuatan perempuan bukan hanya pada fisik, tetapi juga pada keteguhan jiwa, kecerdasan seni, dan dedikasi menjaga warisan leluhur. Sosoknya adalah bukti bahwa perempuan Minang selalu memiliki tempat khusus sebagai penjaga martabat, adat, dan seni budaya bangsa.TIM Redaksi