KompasReal.com, Jakarta – Mimpi seorang jaksa berinisial AS untuk menduduki kursi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) pupus sudah. Kariernya kini meredup setelah terseret dalam pusaran dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut) yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
AS, yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, diduga kuat berperan sebagai perantara suap untuk mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut, Idianto.
Sumber terpercaya mengungkapkan bahwa AS, yang pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) Kejati Medan, diduga dimanfaatkan Idianto untuk menerima “kue lapis” alias suap.
“Mungkin karena dianggap loyal, Kajati Sumut Idianto meminta Jaksa AS untuk mengambil dan mengantarkan ‘kue lapisnya’,” ujar sumber tersebut, Kamis (2/10/2025) melansir Teropong News.
Selain AS, KPK juga telah mencopot sejumlah jaksa dari jabatan strukturalnya, termasuk Idianto yang kini menjabat sebagai Sekretaris Badan Pemulihan Aset (BPA) di Kejagung. Idianto diduga menerima suap sebesar Rp8 miliar sebagai “down payment” dari hasil proyek jalan di Sumut.
“Idianto katanya meminta dua puluh persen dari nilai proyek jalan itu,” imbuh sumber tersebut.
Sementara itu, AS, bersama dengan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mandailing Natal M Iqbal dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Mandailing Natal Gomgoman H Simbolon, diduga menerima “dana segar” ratusan juta rupiah.
Kasus serupa juga menimpa sejumlah jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang dicopot dari jabatannya karena terlibat dalam penguntilan uang barang bukti milik korban investasi bodong trading Fahrenheit.
Mereka adalah Kajari Jakarta Barat Hendri Antoro, Kasi Pidum M Adid Adam, Kasi Barang Bukti dan Barang Rampasan Dody Gazali, Kasubsi Pra Penuntutan Baroto, Sunarto (mantan Kasi Pidum Jakbar yang juga Koordinator pada Kejati Jawa Barat), dan mantan Kajari Jakbar Iwan Ginting.
Saat ini, kursi Kajari Jakbar diisi sementara oleh Aspidsus Kejaksaan Tinggi Jakarta Haryoko Ari Prabowo.
Berdasarkan surat dakwaan, para jaksa tersebut diduga menerima bagian dari uang barang bukti tersebut, dengan nilai bervariasi mulai dari Rp150 juta hingga Rp500 juta. (KR/TN)