Padangsidimpuan, Sumatera Utara, KompasReal.com – Di tengah upaya pemulihan pascabanjir yang melanda Kota Padangsidimpuan pada akhir Maret 2025, Pemerintah Kota (Pemkot) Padangsidimpuan menggelar acara jalan sehat pada Jumat (16/5). Kegiatan ini menuai kecaman dari berbagai kalangan, termasuk pemerhati sosial dan netizen, yang menilai Pemkot memprioritaskan kegiatan seremonial ketimbang pemulihan warga yang terdampak bencana.
Acara jalan sehat yang diikuti Wakil Wali Kota, H. Harry Pahlevi Harahap, beserta jajaran pejabat Pemkot seperti Plt. Sekretaris Daerah, Kasatpol PP, dan Kabag Protokol, dianggap sebagai bentuk pencitraan dan kurang sensitif terhadap kondisi masyarakat yang masih berjuang memperbaiki rumah dan kehidupan mereka.
Kehadiran sejumlah pejabat penting dalam acara ini menimbulkan pertanyaan tentang efektifitas program dan alokasi anggaran.
Pemerhati sosial, Sabar M. Sitompul, menegaskan bahwa klaim peningkatan produktivitas dan kekompakan antar perangkat daerah melalui jalan sehat rutin tidak didukung bukti empiris.
Ia mempertanyakan efektivitas program ini dalam konteks pascabencana dan mendesak Pemkot untuk fokus pada program pemulihan yang lebih terukur dan berdampak nyata.
“Jalan sehat semata, tanpa diimbangi program pendukung yang terukur dan berkelanjutan, hanya kegiatan seremonial,” tegas Sabar.
Sentimen serupa mengemuka di media sosial. Netizen menyoroti kurangnya sensitivitas Pemkot terhadap kondisi masyarakat yang masih berjuang memperbaiki rumah dan harta benda yang rusak akibat banjir. Banyak komentar yang mempertanyakan prioritas Pemkot yang dinilai keliru, mengutamakan kegiatan seremonial daripada pemulihan pascabencana.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padangsidimpuan mencatat sebanyak 350 unit rumah mengalami kerusakan akibat banjir. Persyaratan kepemilikan sertifikat tanah untuk mendapatkan bantuan perbaikan rumah menjadi kendala bagi sebagian besar warga terdampak.
Kondisi di lapangan menunjukkan adanya celah transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan pascabencana. Di Gang Air Bersih, Kelurahan Sitamiang Baru, misalnya, warga korban bencana masih hidup tanpa bantuan berarti dari Pemkot. Rumah-rumah yang hancur rata dengan tanah belum mendapatkan penanganan serius.
Ngatinem (61), salah satu korban yang rumahnya hancur total, mengungkapkan kekecewaannya.
“Petugas hanya mengambil foto, katanya mau dibangun, tapi sampai sekarang tidak ada kabar,” ujarnya.
Ia dan enam kepala keluarga lainnya terpaksa menumpang di rumah saudara atau tidur di teras masjid kala itu. Bantuan justru datang dari masyarakat sekitar dan Sabar M. Sitompul, bukan dari Pemkot.
Pemkot Padangsidimpuan perlu mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan menunjukkan komitmen nyata dalam pemulihan pascabencana, bukan hanya menggelar acara seremonial yang dinilai tidak sensitif dan kurang bermanfaat bagi masyarakat yang sedang menderita.