Daging Ini Halal untuk Kami, Haram untuk Tuan – Kisah Haru Tukang Sol Sepatu yang Hajinya Diterima Allah

Redaksi

KomasReal.com, Inspirasi Islami – Sebuah kisah menggetarkan kembali mengingatkan umat Muslim bahwa kemuliaan ibadah tidak selalu ditentukan oleh jauhnya perjalanan dan besarnya biaya, tetapi oleh ketulusan hati dan kepedulian kepada sesama. Riwayat masyhur yang disampaikan oleh ulama besar Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi menceritakan peristiwa menakjubkan tentang seorang tukang sol sepatu sederhana dari Damaskus, Sa’id bin Muhafah, yang mendapatkan anugerah haji mabrur tanpa pernah berangkat ke Tanah Suci pada tahun itu.

Kisah dimulai ketika Abdullah bin Mubarak bermimpi melihat dua malaikat berbicara mengenai jamaah haji tahun tersebut. Dalam mimpinya, malaikat mengatakan bahwa meski 700.000 jamaah telah menunaikan ibadah haji, tidak satu pun hajinya diterima, kecuali seorang lelaki sederhana yang bahkan tidak hadir di Mekkah: Sa’id bin Muhafah. Berkat amalnya, seluruh jamaah haji lainnya turut mendapatkan penerimaan dari Allah SWT.

Tersentak dan penasaran, Abdullah bin Mubarak kemudian melakukan perjalanan menuju Damaskus setelah pulang dari haji. Di sana ia menemukan Sa’id, seorang tukang sol sepatu yang hidup dalam kesederhanaan. Sa’id kemudian menceritakan bagaimana selama bertahun-tahun ia menabung dari hasil kerjanya, berharap suatu hari dapat memenuhi panggilan Allah untuk berhaji. Tahun itu, tabungannya telah mencapai 350 dirham, cukup untuk berangkat ke Tanah Suci.

Namun takdir berkata lain. Istrinya yang sedang hamil mengidam makanan dari sebuah rumah janda miskin. Sa’id mendatangi rumah itu dan meminta sedikit makanan untuk istrinya. Sang janda menangis dan berkata, “Daging ini halal bagi kami, tetapi haram bagi tuan.” Rupanya, makanan itu berasal dari bangkai yang terpaksa mereka makan karena sudah tiga hari tak menjamah makanan sama sekali.

Baca Juga :  Tips Hidup agar Tetap Sehat, Bebas dari Penyakit

Terharu dan sedih, Sa’id segera pulang dan mengambil seluruh uang tabungan haji yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun. Ia menyerahkannya kepada sang janda untuk menyelamatkan kehidupannya dan anak-anaknya. Dengan itu, ia membatalkan niat berhaji demi menolong sesama.

Ketika mendengar cerita itu, Abdullah bin Mubarak menangis tersedu-sedu. Ia berkata:
“Inilah haji mabrurmu, wahai Sa’id. Engkau memberi kehidupan bagi yang kelaparan. Engkau memilih ridha Allah daripada kebanggaan manusia.”

Kisah ini menjadi teladan abadi bagi umat Islam: bahwa nilai ibadah tidak hanya terletak pada ritual, tetapi pada kemurnian hati dan kepedulian terhadap manusia lain. Haji mabrur bukan hanya perjalanan menuju Ka’bah, tetapi perjalanan menuju keikhlasan dan kasih sayang.

Sumber: Riwayat kisah Abdullah bin al-Mubarak tentang Sa’id bin Muhafah.KR03