Drama Suap Proyek Jalan: Eks Kadis PUPR Sumut ‘Cuci Tangan’, Terdakwa Ungkap Fakta Mengejutkan di Pengadilan

KompasReal.com

KompasReal.com, Medan – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, bersikukuh membantah adanya “commitment fee” sebesar 4 persen dari nilai kontrak proyek jalan di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) tahun 2025.

Namun, kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/10/2025), langsung dibantah oleh salah satu terdakwa kasus suap yang menjeratnya.

Topan diperiksa sebagai saksi dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret dua rekanan, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun (Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup) dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan (Direktur PT Rona Na Mora). Keduanya didakwa menyuap Topan dan jajarannya.

“Kita tidak pernah membicarakan soal uang dan saya tidak pernah menerima uang dari Pak Kirun. Saya sudah bersumpah, Yang Mulia,” tegas Topan di Ruang Sidang Cakra 9.

Pertemuan di Aston dan Tawaran Rp50 Juta

Namun, Jaksa KPK mencecar Topan mengenai pertemuannya dengan eks Kapolres Tapsel, AKBP Yasir Ahmadi, dan Kirun di Grand City Hall Aston Medan pada Juni 2025. Topan mengakui adanya tawaran uang saat itu.

Ia menjelaskan, pertemuan malam hari sekitar pukul 20.00 WIB itu awalnya untuk membahas izin usaha galian C milik Kirun.

“Yang bersangkutan (Kirun) menawarkan kepada saya uang, dia bilang Rp50 juta. Saya enggak ngomong apa-apa. Saya berdiri dan langsung keluar bersama Pak Yasir, karena saya enggak mau kalau sudah bahas uang,” ujarnya.

Topan mengklaim, ia tetap akan meneken izin usaha galian C tersebut keesokan harinya, tanpa perlu imbalan. Saat pertemuan itu, Topan didampingi ajudannya, Aldi.

Namun, ia mengaku tidak tahu apa yang dilakukan ajudannya saat ia berbicara dengan Kirun dan Yasir.

Baca Juga :  Terima Audiensi JMSI Sumut, Wali Kota Medan: Keterbukaan Adalah Hak Publik, Media Penggeraknya

“Ajudan saya di luar. Saya enggak tahu dia ngapain. Tidak ada saya tanya apa pun sama Aldi,” katanya, menambahkan ia juga tidak melihat apakah Aldi membawa bungkusan atau tidak ke dalam mobil.

Bantahan Terdakwa: “Sudah Paham Kebiasaan”

Keterangan Topan ini langsung dibantah oleh terdakwa Kirun. Diberi kesempatan oleh Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu, Kirun menyatakan bahwa Topan memang tidak secara langsung meminta commitment fee 4 persen.

“Sama Pak Topan enggak ada. Tapi, bahasanya Pak Topan sudah paham sama kebiasaan selama ini, kebiasaannya begitu. Pak Topan bilang apakah sudah paham sama kebiasaannya,” ungkap Kirun, menyiratkan adanya kode atau pemahaman tak tertulis.

Tak hanya itu, Kirun juga menyangkal Topan yang mengaku tidak menerima uang Rp50 juta. “Tak seperti itu. Uangnya diberikan ke ajudannya Pak Topan,” beber Kirun, yang langsung membalikkan pengakuan Topan.

Meskipun dibantah, Topan tetap pada kesaksiannya. Sebelumnya, Hakim Khamozaro Waruwu sempat menyebut Topan sebagai sosok “super power” atas kesaksiannya.

Menurut dakwaan KPK, Akhirun dan Rayhan diduga menyuap Topan dkk sebesar Rp4 miliar. Suap tersebut bertujuan agar mereka dimenangkan sebagai pelaksana proyek Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (KR/Mis)