KompasReal.com, Jakarta – Riwayat pendidikan Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, kembali menjadi sorotan tajam.
Kali ini, seorang profesor dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, kampus yang menduduki peringkat ke-12 dunia, angkat bicara mengenai sistem pendidikan di Singapura dan posisi pendidikan Gibran di dalamnya.
Dalam video yang diunggah di kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Prof. Sulfikar Amir, PhD., seorang akademisi yang berbasis di Singapura, membeberkan fakta mengejutkan tentang sistem pendidikan yang berlaku di Negeri Singa. Video berjudul “Profesor Singapura: Gibran Tidak Pernah Mengikuti Pendidikan SMA di Singapura. Keracunan MBG” ini sontak viral dan memicu perdebatan panas di kalangan warganet.
Prof. Sulfikar menjelaskan bahwa Singapura mengadopsi kurikulum pendidikan Inggris, di mana siswa menempuh 6 tahun Sekolah Dasar (Primary School) dan 4 tahun Sekolah Menengah (Secondary School).
Setelah itu, mereka harus mengikuti ujian O-Level yang menentukan dua jalur: Junior College (A-Level) yang setara SMA dan menjadi gerbang utama ke universitas, atau Politeknik (setara SMK) yang berfokus pada keterampilan kerja.
O-Level Tak Setara SMA?
Menurut Prof. Sulfikar, lulus O-Level tidak bisa disamakan dengan lulusan SMA di Indonesia. Untuk bisa masuk universitas bergengsi seperti NTU, syaratnya adalah lulus A-Level atau menyelesaikan pendidikan di Junior College.
Menariknya, riwayat pendidikan Gibran menunjukkan bahwa ia hanya menyelesaikan SD dan dua tahun SMP di Solo, sebelum pindah ke Orchid Park Secondary School di Singapura.
Ini berarti, Gibran hanya menempuh pendidikan hingga jenjang O-Level, yang secara kesetaraan lebih dekat dengan SMP plus kelas 1 SMA, bukan SMA secara utuh.
“Kalau memakai standar Singapura, Gibran hanya menyelesaikan O-Level. Artinya, tidak setara dengan SMA,” tegas Prof. Sulfikar.
MDIS Bukan Universitas Negeri, Hanya Perantara Ijazah?
Setelah menyelesaikan O-Level, Gibran melanjutkan ke program persiapan di UTS Insearch Australia, sebelum akhirnya menempuh pendidikan di Management Development Institute of Singapore (MDIS).
Namun, Prof. Sulfikar mengungkapkan bahwa MDIS bukanlah universitas negeri di Singapura. Lembaga ini hanya menyelenggarakan kuliah dengan kurikulum universitas asing, dalam kasus Gibran adalah University of Bradford di Inggris.
Dengan kata lain, ijazah yang diperoleh Gibran bukanlah keluaran MDIS, melainkan dari universitas mitra yang bekerja sama.
Prof. Sulfikar menekankan bahwa MDIS tidak memiliki kewenangan akademik untuk menerbitkan ijazah sendiri, melainkan hanya menjadi perantara dari kampus mitra.
“Jadi, mereka itu biasanya menyewa kurikulum dari universitas yang ada di Amerika atau di Inggris. MDIS itu bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Inggris dan Amerika. Nah, nanti begitu kuliahnya selesai dan dianggap selesai, mereka mendapat ijazah dari universitas yang memiliki kurikulum itu. Jadi, MDIS ini tidak memberikan ijazah. Tidak mengeluarkan ijazah,” jelasnya.
Warganet Geram, Tuntut Makzulkan Gibran!
Pernyataan Prof. Sulfikar ini langsung memicu reaksi keras dari warganet. Banyak yang kembali mengingatkan tuntutan Forum Purnawirawan TNI untuk memakzulkan Gibran dan meminta KPU bertanggung jawab.
“Segera makzulkan Gibran. KPU harus ditangkap karena telah memanipulasi data Gibran,” tulis akun @bale**** dengan nada geram.
“Yuk jangan mau dibohongi terus sama geng Solo. Rakyat harus sadar demi keselamatan negara kita,” komentar @tomp********, mengajak warganet untuk lebih kritis.
“Banyak ahli atau cendikiawan berbicara blak-blakan terkait Jokowi dan Gibran tapi DPRnya pada mingkem. Seharusnya panggil semua yang saling terkait untuk mempertanggungjawabkan di Dengar Pendapat. Apakah Pengadilan Tinggi kita berfungsi sebagaimana mestinya… kalau sekiranya rakyat tidak percaya, cukupkah kita diam saja dan jalan di tempat?” sambung @awan*******, mempertanyakan peran lembaga negara.
Kasus ini semakin memanaskan tensi politik di tanah air. Bagaimana kelanjutan polemik ijazah Gibran ini? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. (KR/Hitekno)