KompasReal.com, Jakarta – Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, angkat bicara mengenai potensi masalah yang dapat menyebabkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi pemicu keracunan massal.
Meski mengakui bahwa keracunan makanan adalah masalah global, Tjandra menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi risiko dalam program MBG.
“WHO menyebutkan setidaknya ada lima hal yang dapat dideteksi di laboratorium untuk menilai keracunan makanan. Sebaiknya, kelima hal ini juga diperiksa di laboratorium kita terkait keracunan makanan yang dikaitkan dengan MBG,” kata Tjandra, yang kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Adjunct Professor Griffith University.
Merujuk pada hasil lab pemeriksaan sampel MBG di Jawa Barat, Tjandra menyoroti dua penyebab utama keracunan makanan:
- Kontaminasi Salmonella: Bakteri ini, menurut WHO, sering dikaitkan dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas, dan telur.
- Kontaminasi Bacillus cereus: Data dari NSW Food Authority Australia menunjukkan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan akibat penyimpanan nasi yang tidak tepat.
Selain temuan tersebut, Tjandra menggarisbawahi lima faktor lain yang diidentifikasi oleh WHO sebagai pemicu keracunan makanan:
- Bakteri: Salmonella, Campylobacter, Escherichia coli, Listeria, dan Vibrio cholerae.
- Virus: Novovirus dan virus Hepatitis A.
- Parasit: Cacing trematoda, cacing pita (Ekinokokus maenia Taenia), serta cacing Askaris, Kriptosporidium, Entamoeba histolytica, dan Giardia yang masuk melalui air dan tanah tercemar.
- Prion: Bahan infeksi yang terdiri dari protein, seperti pada Bovine spongiform encephalopathy (BSE).
- Kontaminasi Bahan Kimia: Logam berat (timbal, kadmium, merkuri), polutan organik persisten (dioksin, PCB), serta berbagai toksin (mycotoxins, marine biotoxins, cyanogenic glycosides, aflatoxin, ochratoxin).
“Berbagai potensi ini patut menjadi pertimbangan, meski tidak berarti keracunan makanan terkait MBG disebabkan oleh lima hal tersebut. Penjelasan ini disampaikan sebagai bagian dari kewaspadaan kita,” jelas Tjandra.
Temuan Labkes Jabar
Laboratorium Kesehatan Jawa Barat (Labkes Jabar) telah menerima ratusan sampel makanan dari program MBG sejak Januari 2025, yang berasal dari belasan kabupaten/kota di Jawa Barat. Sampel tersebut merupakan makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan.
Kepala Labkes Jabar, Ryan Bayusantika Ristandi, mengungkapkan bahwa dari 163 sampel KLB keracunan makanan dari MBG, 23% menunjukkan hasil positif, antara lain Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Bacillus cereus. Sementara itu, 8% sampel menunjukkan hasil positif nitrit pada pemeriksaan laboratorium kimia.
“Secara frekuensi, bakteri Salmonella dan Bacillus cereus mendominasi hasil pemeriksaan keamanan pangan pada laboratorium mikrobiologi. Pada pemeriksaan laboratorium kimia, parameter nitrit paling banyak ditemukan,” ungkap Ryan.
Ryan juga menekankan pentingnya kebersihan air, peralatan memasak, dan higienitas pekerja dapur dalam mencegah keracunan makanan, sesuai dengan regulasi yang berlaku. (KR/CNBC)