KompasReal.com – Isu normalisasi hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel secara periodik kembali mencuat, utamanya melalui pemberitaan media-media Israel. Kabar terbaru yang sempat menghebohkan adalah klaim beberapa media Israel, seperti Times of Israel dan Jerusalem Post, mengenai rencana kunjungan Presiden terpilih Prabowo Subianto ke Israel usai menghadiri KTT Gaza di Mesir pada Senin (12/10).
Kabar ini sontak dibantah tegas oleh Kementerian Luar Negeri RI. Direktur Informasi dan Media Kemlu RI, Hartyo Harkomoyo, menegaskan: “Tidak ada rencana sebagaimana diberitakan tersebut.”
Pemberitaan spekulatif semacam ini bukanlah hal baru. Media Israel menunjukkan semangat yang sangat tinggi dalam memberitakan potensi pembukaan hubungan kedua negara, sebuah isu yang selalu dibantah oleh pihak Indonesia.
Jejak Isu Diplomasi dalam Sejarah Indonesia
Media-media Israel telah berulang kali mengangkat isu hubungan diplomatik sejak lama:
- Era Soeharto (1993): Media Israel menyoroti pertemuan rahasia antara Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan Presiden Soeharto di Cendana. Spekulasi mengenai pembukaan hubungan diplomatik segera diembuskan. Indonesia melalui Menteri Sekretaris Negara Moerdiono membantah, menyatakan Soeharto bertemu Rabin dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gerakan Non-Blok (GNB).
- Pertemuan Informal (1993): Spekulasi muncul lagi setelah Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas bertemu informal dengan Menlu Israel Shimon Peres di sela konferensi di Wina. Alatas menegaskan bahwa normalisasi hubungan hanya mungkin jika ada kemajuan dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
- Era Jokowi (2018-2023): The Jerusalem Post pernah mengabarkan Indonesia dan Oman disebut sebagai negara yang paling mungkin menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Kemudian pada tahun 2023, media Israel Jewishinsider.com bahkan memberitakan rencana pengumuman pembentukan hubungan diplomatik pada Oktober 2023, meskipun akhirnya tertunda karena perang di Gaza. Kabar yang menyebut adanya pertemuan antara pejabat senior Indonesia dan Israel di Yerusalem pun kembali dibantah oleh Jakarta.
Alasan Utama Keinginan Israel
Lalu, mengapa media-media Israel begitu getol memberitakan pembukaan hubungan diplomatik, bahkan dengan informasi yang seringkali dibantah? Jawabannya terletak pada posisi strategis Indonesia di mata Israel.
1. Indonesia sebagai Simbol Kemenangan Diplomatik:
Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Jika Israel berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia, hal ini akan menjadi pencapaian diplomatik yang signifikan dan dapat dijadikan bukti penerimaan Israel di dunia internasional, khususnya di negara-negara mayoritas Muslim.
2. Pengakuan dari Negara Berpenduduk Muslim Terbesar:
Seperti yang pernah diutarakan oleh Guru Besar FISIP UI, Nazaruddin Sjamsuddin, saat mengomentari kunjungan Rabin ke Indonesia, terjalinnya hubungan dengan Indonesia akan menunjukkan dukungan dari negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, serta Ketua GNB (saat itu). Hal ini memperkuat posisi tawar Israel di mata lawan-lawan politik dan komunitas internasional.
3. Pernyataan Tegas Pemimpin Israel:
Mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Oktober 2018 secara eksplisit menyatakan keinginan negaranya untuk menjalin hubungan dengan Indonesia.
”Indonesia sangat, sangat penting bagi kita… Indonesia adalah negara yang sangat penting. Juga adalah salah satu negara terakhir di bumi yang tidak memiliki hubungan yang terbuka dan kuat dengan Israel. Mayoritas negara lain sudah,” ungkap Netanyahu.
Netanyahu juga menyoroti keragaman populasi Indonesia, yang besar dan memiliki komposisi Muslim serta Kristen. Keinginan Israel sangat jelas: mendapatkan pengakuan dari salah satu kekuatan Asia Tenggara dan negara berpenduduk terbesar di dunia.
Sikap Tegas Indonesia
Meskipun pemberitaan di media Israel terus muncul, sikap Indonesia tetap konsisten, yaitu tidak ada rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Indonesia selalu menegaskan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina dan penyelesaian konflik sesuai dengan solusi dua negara (two-state solution). Normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel hanya akan dipertimbangkan jika terjadi kemajuan nyata dalam proses perdamaian Israel-Palestina.
Getolnya media Israel memberitakan isu ini hanyalah refleksi dari ambisi diplomatik mereka untuk memperluas jaringan hubungan, terutama dengan negara-negara besar di Asia yang hingga kini tetap teguh pada prinsip dukungan terhadap Palestina. (KR/cnn)