KompasReal.com, Medan – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara secara resmi menghentikan sementara proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot di Padang Lawas Utara (Paluta).
Keputusan ini diambil menyusul penetapan lima tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dalam proyek infrastruktur tersebut.
Kepala Dinas PUPR Sumut, Hendra Dermawan Siregar, menjelaskan bahwa penghentian proyek ini merupakan langkah krusial karena kasusnya masih dalam penanganan hukum dan memerlukan kajian lebih lanjut.
“Untuk saat ini dan di P-APBD, proyek ini tidak dikerjakan lebih lanjut. Karena masih dalam proses yang harus dikaji bersama lagi. Jadi, tidak dilanjutkan,” tegas Hendra pada Selasa (23/9/2025).
Proyek yang dihentikan mencakup dua ruas jalan vital, yaitu Hutaimbaru–Sipiongot sepanjang 12,3 kilometer dan Sipiongot–Batas Labuhanbatu sepanjang 16 kilometer.
Kedua ruas ini dinyatakan “tidak boleh disentuh” karena menjadi bagian dari penyelidikan intensif KPK.
Hendra Dermawan Siregar juga menekankan pentingnya kasus ini sebagai pelajaran berharga bagi seluruh jajaran PUPR Sumut.
“Berdasarkan pengalaman yang sudah terjadi, saya tekankan agar setiap kegiatan selalu mentaati peraturan. Jangan ada mafia proyek di dalamnya,” ujarnya, menggarisbawahi komitmen untuk memberantas praktik korupsi.
Sebelumnya, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan menetapkan lima tersangka dalam skandal proyek jalan di Sumut. Mereka adalah:
- Topan Obaja Putra Ginting, Kadis PUPR Sumut
- Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gunung Tua
- Heliyanto, PPK Satker PJN Wilayah I
- M Akhirun Efendi Piliang, Direktur Utama PT DNG
- M Rayhan Dalusmi Pilang, Direktur PT RN
Para tersangka diduga menerima suap terkait proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp61,8 miliar.
Dalam OTT tersebut, KPK menyita uang tunai Rp231 juta, yang disebut sebagai sisa dari dana suap yang telah dibagikan.
Investigasi KPK mengungkap bahwa pemberi suap menjanjikan 10–20 persen dari nilai proyek, dengan estimasi mencapai Rp46 miliar.
Penghentian proyek ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi penegakan hukum dan memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara berjalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. (KR/Mi)












