KompasReal.com, Mandailing Natal – PT Teluk Nauli diduga menyerobot tanah masyarakat Desa Batu Mundom Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Informasi yang diperoleh media ini, Senin (8/9/2025), masyarakat merasa keberatan atas keberadaan PT. Teluk Nauli di kawasan tanah milik masyarakat.
Dengan mendirikan plang merek IUPHHK-HA Nomor 414 MENHUT II 2024 yang diduga kuat tidak terdaftar di Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Republik Indonesia, PT. Teluk Nauli mengklaim lahan masyarakat menjadi milik perusahaan.
Melihat kondisi lahan yang ditumbuhi ilalang dan rawa bekas lahan pertanian yang ditinggalkan masyarakat Desa Batu Mundom, pihak perusahaan mengira lahan tersebut dalam kawasan PT. Teluk Nauli.
Hal ini dibenarkan oleh kepala Desa Batu Mundom, Kazwan, berulang kali pihaknya menyurati PT Teluk Nauli, namun tidak ada tanggapan.
“Kami sudah berulang kali menyurati pihak PT. Teluk Nauli, perihal perpanjangan ijin usaha pengelolaan lahan PT. Teluk Nauli, namun hingga hari ini tidak ada jawaban,” ungkap Kazwan.
Terkait itu, juga diperkuat oleh Kordinator wilayah Macan Asia Indonesia Tabagsel Gonang Mendrofa. Disebutkan, keberadaan PT. Teluk Nauli tidak jelas legalitasnya karena sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) yang sudah dibekukan oleh PT. Sarbi International Certification pada tahun 2020.
Hal ini tertuang dalam surat PT. Sarbi International Certification No.565/SIC/Dirut/Vll/2020 yang telah mengumumkan pembekuan SERTIFIKAT PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) PT. Teluk Nauli.
Gonang Mendrofa menambahkan, di tanah masyarakat Desa Batu Mundom tidak terdapat hutan dan kayu, melainkan rawa-rawa dan semak belukar bekas lahan pertanian masyarakat Desa Batu Mundom yang ditinggalkan.
“Lalu bagaimana pihak PT,mengklaim tanah tersebut dalam lahan yang mereka kelola,” kata Gonang Mendrofa.
Senada dengan Gonang Mendrofa, Arnes Arisoca ketua Tim lnvestigasi Nasional P3KI menduga kuat, tidak jelasnya legalitas operasional PT. Teluk Nauli, Arnes Arisoca meminta penegakan hukum kepada PT. Teluk Nauli sesuai dengan Undang- undang yang berlaku.
“Karena PT Teluk Nauli mengklaim dan mengaku menguasai tanah masyarakat yang sudah dikelola masyrakat Desa Batu Mundom sejak tahun 1960,” tambahnya.
PT. Teluk Nauli yang mulai beroperasi tahun 1973 berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No.503 /Kpts-VI/1999, telah banyak dikritisi.
Salah satunya dari seorang akademisi pemerhati lingkungan, Erwin A Perbatakusuma dan Abu Hanifah Lubis dalam studi kasus IUPHK PT. Teluk Nauli, tentang kelayakan ekologis dan ekonomis operasianal PT. Teluk Nauli.
Studi kasus akademisi tersebut menyimpulkan banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Teluk Nauli salah satunya penebangan kayu di pinggiran sungai, penebangan liar dan pembuatan jalan Saradan kayu yang lebar.
Masyarakat prihatin, melihat hutan yang dahulu hijau dan asri kini berubah menjadi gundul dan tandus, tidak ada reboisasi di kawasan hutan yang dikelola oleh PT. Teluk Nauli.
Masyarakat Desa Batu Mundom juga mempertanyakan dampak ekonomi dan sosial yang diterima oleh masyarakat dengan hadirnya PT. Teluk Nauli di wilayah mereka. (KR07)