KompasReal.com, Mandailing Natal – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan publik. Di satu sisi, tambang-tambang rakyat yang beroperasi secara tradisional menjadi tumpuan hidup bagi ribuan warga di daerah tersebut. Namun di sisi lain, aktivitas tersebut melanggar hukum dan menimbulkan dampak lingkungan yang serius.
Fenomena ini bukan hal baru di Madina. Wilayah seperti Sinunukan, Linggabayu, dan Batahan dikenal memiliki potensi emas yang cukup besar. Bagi sebagian masyarakat, menggantungkan hidup dari tambang tradisional sudah menjadi jalan terakhir di tengah sulitnya lapangan kerja dan menurunnya hasil pertanian.
Mereka menilai, tambang rakyat merupakan satu-satunya peluang untuk bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi.
Namun secara hukum, aktivitas PETI jelas bertentangan dengan aturan. Negara telah menetapkan bahwa kegiatan pertambangan harus memiliki izin usaha dan mengikuti prosedur lingkungan yang ketat.
Ironisnya, di lapangan, banyak laporan menunjukkan adanya dugaan beking dari oknum aparat dan pihak tertentu yang justru melindungi kegiatan ilegal ini, sehingga upaya penertiban sering kali tidak tuntas dan terkesan tebang pilih.
Di sisi lain, masyarakat Madina tidak menutup mata terhadap risiko lingkungan dan pelanggaran hukum. Mereka justru berharap pemerintah hadir dengan solusi yang adil — bukan dengan tindakan represif semata.
Salah satu aspirasi yang paling sering muncul ialah agar pemerintah melegalkan tambang tradisional menjadi tambang rakyat dengan sistem pengawasan yang jelas dan pemberdayaan berbasis komunitas.
Pandangan ini muncul dari keinginan warga agar hasil kekayaan alam di daerah mereka bisa memberikan manfaat langsung bagi masyarakat setempat.
“Kalau tambang ini dijadikan tambang rakyat, kami bisa bekerja dengan tenang, negara juga dapat pajak, dan tidak ada lagi oknum yang bermain,” ujar salah seorang warga Sinunukan kepada Kompasreal.com.
Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan bahwa ketika izin tambang hanya diberikan kepada perusahaan besar, masyarakat lokal sering kali tetap berada dalam kemiskinan. Sementara lingkungan mereka rusak tanpa adanya jaminan keberlanjutan.
Itulah sebabnya, banyak tokoh masyarakat dan pengamat daerah Madina kini menyerukan agar pemerintah daerah bersama Kementerian ESDM meninjau ulang kebijakan izin tambang dan membuka ruang legal bagi tambang rakyat.
Menata tambang rakyat bukan perkara mudah, namun juga bukan hal yang mustahil. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam agar kekayaan bumi Madina benar-benar menjadi berkah, bukan kutukan.
Dengan legalisasi yang bijak dan pengawasan yang ketat, tambang rakyat dapat menjadi motor ekonomi daerah sekaligus menghapus praktik ilegal dan permainan oknum di lapangan. (KR03)












