KompasReal.com – Di tengah gempuran makanan cepat saji dan tren kuliner global, banyak hidangan dan jajanan tradisional Nusantara yang perlahan tenggelam, hanya hidup dalam ingatan generasi tua atau muncul sesekali di acara-acara adat. Kuliner yang terlupakan ini bukanlah sekadar resep lama, melainkan warisan rasa yang menjadi cerminan peradaban, kearifan lokal, dan sejarah panjang Indonesia.
Melestarikan hidangan ini adalah upaya menjaga identitas bangsa. Berikut adalah beberapa permata kuliner Nusantara yang kini kian langka dan sulit ditemukan.
I. Hidangan Utama Sarat Rempah yang Langka
Beberapa masakan utama kini jarang ditemui karena kerumitan resepnya atau kelangkaan bahan baku utamanya.
- Sayur Babanci (Betawi): Meskipun namanya mengandung kata ‘sayur’, hidangan khas Betawi ini unik karena justru tidak memiliki sayuran hijau. Sayur Babanci berbahan utama daging sapi dan kelapa muda. Kelangkaannya disebabkan oleh kesulitan mencari rempah-rempah tertentu yang wajib ada, seperti kedaung, temu mangga, dan tai angin. Sayur ini adalah bukti kekayaan rempah lokal yang bahkan sudah tidak dikenali lagi oleh generasi sekarang.
- Bubur Bassang (Makassar): Bubur yang terbuat dari jagung ketan atau jagung pulut yang dimasak dengan santan dan tepung terigu. Disajikan hangat dengan taburan gula pasir, Bubur Bassang adalah sarapan sehat yang kini sulit ditemukan karena turunnya minat pasar terhadap makanan tradisional yang dianggap “tidak modern”.
- Mangut Pari (Jawa Tengah): Hidangan dengan kuah santan kental berbumbu pedas dan gurih ini memiliki ciri khas dari ikan pari asap (iwak pe). Mangut Pari menjadi langka karena berkurangnya populasi ikan pari dan kesulitan mendapatkan ikan pari asap berkualitas, yang membuat penjual enggan melanjutkan produksi.
II. Jajanan Pasar dan Camilan dengan Kisah Historis
Camilan tradisional, yang dulunya mudah ditemukan di pasar, kini tergeser oleh jajanan modern yang lebih praktis.
- Kue Rangi (Betawi): Jajanan sederhana yang terbuat dari adonan tepung sagu dan kelapa parut yang dibakar di atas cetakan cekung, kemudian disiram saus gula merah kental. Rasa gurih-manis dengan aroma smoky yang khas ini merupakan bagian dari warisan kuliner Betawi yang otentik.
- Clorot (Jawa Tengah): Kue basah yang unik karena dibungkus menggunakan daun kelapa muda (janur) yang dibentuk kerucut panjang. Terbuat dari tepung beras, gula merah, dan santan, Clorot memiliki tekstur kenyal dan rasa manis legit. Teknik membungkusnya yang rumit menjadi salah satu faktor mengapa penjualnya kian berkurang.
- Gulo Puan (Palembang): Camilan mewah yang dulunya hanya dikonsumsi oleh keluarga Kesultanan Palembang. Hidangan manis ini terbuat dari gula dan susu kerbau yang dimasak hingga mengental seperti permen lembut. Gulo Puan sangat langka karena bahan utamanya, susu kerbau, kini semakin sulit diperoleh.
- Mi Lethek (Yogyakarta): Mi khas Bantul yang unik karena memiliki warna keabu-abuan (lethek dalam bahasa Jawa berarti kusam atau kotor). Mi ini dibuat secara tradisional dari singkong kering (gaplek) tanpa pewarna kimia, menunjukkan kearifan lokal dalam memanfaatkan bahan pangan alternatif.
III. Upaya Pelestarian: Menjaga Identitas Rasa
Kelangkaan kuliner tradisional ini umumnya disebabkan oleh tiga faktor: rumitnya proses pembuatan, sulitnya mencari bahan baku otentik (terutama rempah langka), dan rendahnya minat pasar yang lebih memilih makanan cepat saji.
Untuk melestarikan warisan rasa ini, diperlukan upaya kolektif:
- Regenerasi Penjual: Mendorong generasi muda untuk mempelajari resep kuno dan membuka kedai modern yang menyajikan hidangan langka.
- Modifikasi Adaptif: Mengadaptasi penyajian agar lebih menarik bagi pasar modern, tanpa mengubah esensi dan bumbu tradisional.
- Dukungan Bahan Baku: Mendukung petani lokal untuk membudidayakan kembali rempah-rempah dan bahan baku yang mulai langka.
Jelajah kuliner Nusantara yang terlupakan adalah panggilan untuk kembali menghargai filosofi dan sejarah yang terkandung dalam setiap gigitan makanan tradisional Indonesia. (KR/gm)

