Padangsidimpuan, KompasReal.com – Bencana banjir yang melanda Padangsidimpuan pada akhir Maret 2025 meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. Sebanyak 350 unit rumah mengalami kerusakan, dan warga harus berjuang kembali memulai kehidupan dari awal dengan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah kota Padangsidimpuan.
Namun, kehadiran pemerintah dalam memberikan perhatian dan bantuan kepada warga terdampak seakan terabaikan. Muncul istilah “uang capek” terkait anggaran yang dialokasikan Pemko Padangsidimpuan untuk penanganan bencana tersebut.
Ketua Umum PC IMM, Tobat Wahyudi Nasution, mengungkapkan hal ini saat berorasi di depan kantor Wali Kota Padangsidimpuan pada Senin lalu dalam aksi unjuk rasa menyoroti 100 hari kerja kepemimpinan Wali Kota Letnan Dalimunthe dan Wakil Wali Kota Harry Pahlevi Harahap, Selasa, 30 Juli 2025.
“Meminta Wali Kota Padangsidimpuan agar memberikan penjelasan terkait alokasi penanganan banjir, alokasi biaya tak terduga, dan alokasi BTT. Kami dulu diskusi dengan teman-teman sampai menangis. Ada 800 juta dialokasikan, kemudian dari Kaban dialokasikan 200 juta untuk operasional. Sementara, saat Lebaran masyarakat sangat membutuhkan uluran tangan dari Pemko Padangsidimpuan. Kenapa alokasi anggaran diserahkan kepada orang-orang yang tidak sewajibnya menerima itu? Yang wajib menerima adalah masyarakat. Tolonglah, saya harap dalam minggu ini dinas-dinas terkait dan Bapak Sekda menyampaikan kepada pimpinan agar dievaluasi atau dicopot dari jabatannya,” pungkas Tobat Wahyudi dalam pernyataan sikapnya.
Dari tuntutan aspirasi tersebut, PC IMM meminta Wali Kota mengevaluasi dan mencopot Kepala BPBD terkait alokasi biaya tak terduga (BTT) bencana banjir 2025 yang diduga tidak disalurkan kepada warga terdampak.
“Ini satu miliar, 800 juta untuk beberapa oknum, 200 juta untuk uang capek. Kalau saya lihat bahasanya dari BPBD itu di kode RUP, uang capek bahasanya di situ, Rp 200 juta lebih bahasanya di situ. Kami akan desak itu nanti,” ujarnya memberikan rekomendasi kepada Wali Kota Padangsidimpuan di hadapan Setdako Roni Gunawan Rambe.
Setdako Roni Gunawan Rambe berjanji kepada massa IMM akan menyampaikan semua tuntutan dan rekomendasi kepada Wali Kota Letnan Dalimunthe.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padangsidimpuan, sebanyak 350 unit rumah mengalami kerusakan akibat banjir tersebut.
Untuk mendapatkan bantuan perbaikan rumah, masyarakat diwajibkan memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan pemerintah, salah satunya kepemilikan sertifikat tanah. Persyaratan ini menjadi kendala bagi sebagian warga terdampak.
Ketidakjelasan informasi mengenai mekanisme penyaluran bantuan dan persyaratan yang harus dipenuhi memicu kekhawatiran akan lambatnya proses pemulihan pascabencana.
Pemerintah Kota Padangsidimpuan belum memberikan keterangan resmi terkait kendala dan rencana percepatan penyaluran bantuan. Informasi mengenai jumlah anggaran yang dialokasikan untuk perbaikan rumah juga belum dipublikasikan secara transparan.
“Minimnya informasi publik mengenai proses penyaluran bantuan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam penanganan pascabencana. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan merata,” ujar Pemerhati Sosial Sabar M. Sitompul kepada awak media.