Daerah  

Katjoeng: Dari Jatibarang ke Paramaribo — Jejak Kecil yang Menggema di Dua Benua”

Redaksi

KompasReal.com–,Kisah Katjoeng adalah kisah tentang seorang pemuda kecil dari Jatibarang yang menyeberangi dua benua tanpa pernah tahu ke mana takdir akan membawanya. Di antara angin Laut Jawa dan kabut pagi Brebes, namanya dulu hanya dibisikkan lirih — seakan menjadi doa yang belum selesai. Namun dari langkah kecil seorang anak muda berusia delapan belas tahun itulah sejarah panjang perantauan Jawa di Suriname menemukan salah satu nadinya.

Pada 1927, Katjoeng menjejak kapal SS Kangean menuju Paramaribo. Di atas kertas ia “kontrak kerja”, namun kenyataannya ia meninggalkan rumah tanpa jaminan kembali. Tubuhnya kecil, wajahnya memiliki luka tipis di pipi kiri — satu-satunya ciri yang dicatat pemerintah kolonial. Ia berangkat bersama ratusan pemuda lain, membawa harapan yang tipis dan masa depan yang tak terbayang.

Setibanya di Suriname, Katjoeng ditempatkan di perkebunan Geyersvlijt. Hari-harinya dipenuhi matahari yang membakar dan tebu yang tak ada habisnya. Ia bekerja dari fajar hingga senja, memeluk sabit di satu tangan dan kerinduan pada kampung halamannya di tangan yang lain. Kontraknya selesai pada 18 Juli 1932, namun kapal untuk kembali tak pernah datang. Dalam arsip kolonial hanya ada satu kalimat pendek: “Schip terugkeer onbekend” — kapal pulang tidak diketahui.

Seperti banyak buruh Jawa lainnya, Katjoeng memilih ikut arus takdir dan bertahan di tanah asing. Tahun-tahun berikutnya mengalir pelan di bawah langit Karibia. Pada 1948, ia menikah dengan seorang perempuan bernama Nelly, dan dari keduanya lahirlah Roekinem — awal dari generasi baru keluarga Katjoeng yang berakar di dua tanah air: Jawa dan Suriname. Meski hidupnya tak tercatat besar, jejaknya menyebar melalui darah yang diwariskannya.

Baca Juga :  Gerindra dan Tim BAGUSI Tapsel Nobar Pelantikan Presiden RI

Catatan kolonial terakhir mencatat namanya pada 1958, lalu sunyi. Tak ada makam yang pasti, tak ada foto terakhir, hanya ingatan samar tentang seorang lelaki kecil dengan pipi bertanda luka. Namun sejarah manusia tidak selalu berakhir di arsip. Sebagian hidup kembali melalui tangan mereka yang menelusuri jejaknya.

Pada 2018, pencarian itu dilakukan oleh Karmin dari Pesona Ketanggungan. Dunia digital membuka pintu yang dulu mustahil dijangkau. Dua nama ditemukan: Marciano Katjoeng dan Ichfa Katjoeng — cicit dari lelaki kecil yang pernah menatap samudra dengan keberanian besar. Dari potret mereka terlihat kehidupan yang hangat, penuh cahaya, jauh dari kerasnya perkebunan masa kolonial.

Dan ketika wajah Marciano diperhatikan lebih dekat, lekuk rahangnya, sorot matanya yang teduh namun tegas — semuanya seperti membawa kembali bayangan Katjoeng muda di geladak kapal. Seakan empat generasi tidak pernah memudarkan garis itu. Lewat nama “Katjoeng” yang masih mereka sandang, sejarah pun kembali bergetar, mengingatkan kita bahwa kisah-kisah besar sering lahir dari langkah-langkah kecil yang berani.TIM Redaksi