KompasReal.com, Jakarta – Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej mengusulkan agar RUU Perampasan Aset mengatur pemulihan aset tanpa putusan pengadilan, yang dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture (NCBAF).
Hal ini berbeda dengan sistem hukum saat ini yang hanya memungkinkan pemulihan aset melalui putusan pengadilan atau conviction-based asset forfeiture (CBAF).
Kontroversi RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset sendiri menuai kontroversi karena memungkinkan negara untuk menyita aset tanpa vonis hakim.
Eddy berpendapat bahwa NCBAF bukan bagian dari hukum acara pidana atau perdata, sehingga perlu dikelola secara khusus.
Penolakan Istilah “Perampasan Aset”
Eddy juga menolak penggunaan istilah “perampasan aset” dalam RUU Perampasan Aset.
Menurutnya, istilah yang lebih tepat adalah “pemulihan aset” atau asset recovery, yang mencakup berbagai langkah untuk mengembalikan aset yang diperoleh secara ilegal.
Eddy mengungkapkan bahwa ada tujuh langkah dalam proses pemulihan aset, yang memerlukan penelitian dan perencanaan yang matang.
Ia mengaku telah melakukan penelitian tentang hal ini selama tiga tahun dan menyadari bahwa prosesnya tidaklah mudah.
Target Penyelesaian RUU
DPR RI dan pemerintah telah sepakat untuk segera menyelesaikan proses pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2025.
Rencananya, DPR akan resmi memasukkan RUU tersebut dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Poin Penting RUU Perampasan Aset
- Pemulihan Aset tanpa Putusan Pengadilan: RUU Perampasan Aset memungkinkan pemulihan aset tanpa putusan pengadilan melalui NCBAF.
- Penolakan Istilah “Perampasan Aset”: Eddy menolak penggunaan istilah “perampasan aset” dan lebih memilih istilah “pemulihan aset”.
- Proses Pemulihan Aset: Ada tujuh langkah dalam proses pemulihan aset yang memerlukan perencanaan matang.
- Target Penyelesaian: DPR RI dan pemerintah menargetkan penyelesaian RUU Perampasan Aset pada 2025.
