,KompasReal.com,Padangsidimpuan– Fenomena maraknya media online di kawasan Tabagsel kini menjadi gejala yang menarik namun juga mengkhawatirkan. Hampir setiap pekan muncul portal berita baru dengan tampilan modern, tetapi minim kualitas dan etika jurnalistik. Persaingan bukan lagi soal siapa yang lebih tajam dalam analisis atau akurat dalam data, melainkan siapa yang lebih cepat menekan tombol upload. Akibatnya, banyak media kehilangan ruh independensi dan tenggelam dalam arus pragmatisme berita instan.
Kecepatan publikasi memang menggoda, apalagi di tengah tren konsumsi informasi yang serba singkat. Namun, ketika berita hanya disajikan setengah matang tanpa verifikasi, yang muncul bukanlah jurnalisme, melainkan sekadar postingan yang memburu sensasi. Banyak media di Tabagsel terjebak pada pola ini: mengejar klik, bukan kredibilitas. Padahal, tugas utama media adalah memberi pencerahan, bukan kebingungan baru bagi publik.
Lebih ironis lagi, kini muncul kompetitor baru yang tak bisa diabaikan: akun pribadi masyarakat atau netizen journalist yang dengan mudah mengunggah berita lewat hosting, domain, dan tautan pribadi. Mereka bergerak cepat, seringkali lebih dulu dari redaksi resmi. Namun, di balik kecepatan itu, tak jarang informasi yang tersebar tidak terukur dan minim tanggung jawab etik. Akibatnya, batas antara media profesional dan akun pribadi semakin kabur.
Kondisi ini membuat banyak media lokal sulit berkembang secara sehat. Ketika kepercayaan publik menurun, investor dan pengiklan pun enggan mendukung. Padahal, ekosistem media yang kuat adalah fondasi bagi daerah yang cerdas dan berdaya saing. Media yang tidak independen dan tidak berani kritis hanya akan menjadi corong kelompok tertentu, kehilangan daya tawar, serta menjauh dari fungsi sosialnya.
KompasReal.com memandang bahwa independensi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban moral dan profesional. Di tengah banjir informasi, justru media yang menjaga keseimbangan antara kecepatan dan kebenaranlah yang akan bertahan. Integritas redaksi menjadi benteng terakhir melawan arus berita palsu, tendensius, dan tidak berimbang. Bukan banyaknya berita yang menentukan kelas media, melainkan kualitas dan keberaniannya menegakkan kebenaran.
Sudah saatnya media di Tabagsel berbenah. Kolaborasi, pelatihan etik, serta penguatan redaksi menjadi kebutuhan mendesak agar pers lokal tak hanya hidup, tapi juga berdaulat. Jurnalisme harus kembali menjadi panggilan nurani, bukan sekadar pekerjaan mengejar tayang. Sebab di era ketika semua orang bisa menulis, hanya mereka yang jujur dan berimbanglah yang akan tetap dipercaya.(KR03)

