kompasreal

Sebuah Perjalanan Menuju Pemahaman

Teks Fhoto : Ilustrasi, Seorang penjelajah yang haus dan lelah di padang pasir menolak air yang ditawarkan oleh seorang bijak karena takut air tersebut beracun.

Cerpen :

Malam itu, hujan turun dengan deras. Angin berdesir kencang, menghantam jendela kamarku. Di luar, kota tampak seperti lukisan abstrak, lampu-lampu berkelap-kelip di tengah kegelapan. Aku duduk di kursi, buku di tangan, namun fokusku tak tertuju pada kata-kata di atas kertas. Pikiran-pikiran berputar, tak menentu, seperti dedaunan kering yang terbawa angin.

Beberapa hari sebelumnya, aku terlibat dalam perdebatan sengit dengan seorang teman. Perbedaan pendapat kami, yang awalnya hanya sebuah titik kecil, berkembang menjadi jurang pemisah yang lebar. Kami sama-sama bersikukuh pada pendirian masing-masing, tak mau mengalah. Perdebatan itu meninggalkan rasa pahit di hatiku, rasa frustrasi karena ketidakmampuan untuk mencapai titik temu.

Aku teringat pada sebuah kisah yang pernah kubaca. Seorang penjelajah yang tersesat di padang pasir, haus dan lelah, bertemu dengan seorang bijak. Sang bijak menawarkannya air, namun penjelajah itu menolak, karena ia percaya air itu beracun. Sang bijak hanya tersenyum dan berkata, “Kau tak akan pernah tahu rasanya air itu jika kau tak mau mencobanya.”

Kisah itu tiba-tiba terasa relevan dengan perdebatan yang baru saja kuterima. Aku menyadari bahwa keenggananku untuk mendengarkan sudut pandang teman, untuk mencoba memahami apa yang ada di balik argumennya, adalah seperti penjelajah yang menolak air karena takut. Aku terjebak dalam keangkuhan diri, menganggap bahwa pendapatku adalah satu-satunya yang benar.

Baca Juga :  Masjid Agung Al Abror Kota Padangsidimpuan: Pesona Baru Wisata Religi di Sumatera Utara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *