KompasReal.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi wilayah Indonesia akan mengalami fenomena La Nina pada akhir tahun 2025.
Menurut BMKG, prediksi El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan kecenderungan ENSO Netral sepanjang tahun 2025.
“Namun demikian, terdapat sebagian kecil model iklim global yang memprediksi akan datangnya La Nina lemah di akhir tahun 2025,” bunyi keterangan BMKG dikutip dari laman resminya, Kamis (2/10/2025).
Lantas, apa itu La Nina dan apa saja dampaknya di Indonesia?
Penjelasan BMKG
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan, La Nina adalah salah satu fenomena iklim global.
“Diperkirakan akan muncul menjelang akhir 2025,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (8/10/2025).
Dia menyampaikan, fenomena La Nina ini merupakan bagian dari siklus iklim El Nino–Southern Oscillation.
“Diperkirakan akan muncul menjelang akhir 2025,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (8/10/2025).
Fenomena tersebut ditandai dengan terjadinya pendinginan suhu muka laut (SML) di Samudra Pasifik.
“Terjadi ketika suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur lebih dingin dari normal,” ucap Guswanto.
Dia menyebut, fenomena La Nina ini biasanya terbentuk akibat adanya penguatan angin pasat atau trade winds.
Angin pasat tersebut kemudian menyebabkan air hangat terdorong menuju ke arah Pasifik barat.
“Sehingga air dingin dari kedalaman laut naik ke permukaan,” ujar Guswanto.
Hal itu membuat suhu muka laut turun atau mengalami pendinginan, hingga mengakibatkan berkurangnya pembentukan awan di Samudra Pasifik.
Namun sebaliknya, kondisi tersebut justru meningkatkan pembentukan awan dan curah hujan di wilayah Indonesia.
Dampak La Nina bagi Indonesia
Guswanto mengungkapkan, La Nina dapat memperkuat musim hujan di Indonesia yang berdampak pada berbagai sektor di masyarakat.
“Menurut kami dari BMKG dan berbagai model iklim global, La Nina lemah diperkirakan muncul akhir 2025 dan berpotensi memperkuat musim hujan,” tutur Guswanto.
“Dampaknya bisa positif maupun negatif,” sambungnya.
Dampak positif:
- Pertanian: Curah hujan tinggi meningkatkan pasokan air irigasi, terutama di lahan tadah hujan. Ini bisa meningkatkan produktivitas tanaman.
- Pasokan air: Waduk, bendungan, dan embung cepat terisi, kemudian memperkuat cadangan air bersih.
- Energi: PLTA bisa beroperasi optimal karena pasokan air melimpah.
Dampak negatif:
- Banjir dan tanah longsor: Curah hujan ekstrem bisa menyebabkan banjir di daerah rawan dan tanah longsor di wilayah perbukitan.
- Pertanian: Genangan air bisa merusak tanaman dan memicu penyakit tanaman akibat kelembapan tinggi.
- Transportasi dan infrastruktur: Jalan rusak, keterlambatan logistik, dan gangguan operasional akibat cuaca ekstrem.
- Energi: Banjir bisa menghambat operasional pembangkit dan merusak jaringan listrik.
Puncak dan akhir musim hujan
Guswanto menjelaskan, wilayah Indonesia kini tengah memasuki musim hujan, dengan puncak dan akhir yang berbeda-beda secara umum yang terbagi sesuai Zona Musim (ZOM).
“Awal musim hujan dimulai sejak Agustus 2025 di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, lalu meluas ke wilayah lain pada September–November 2025,” tutur dia.
Berikut ini jadwal puncak dan akhir musim hujan di Indonesia kali ini:
• Puncak musim hujan
- November-Desember 2025: Sumatera Kalimantan.
- Januari-Februari 2026: Jawa Sulawesi Maluku Papua.
• Akhir musim hujan
- Maret 2025: Aceh Sumatera Utara Riau Sebagian Sumatera Barat.
- Maret–April 2026: Kalimantan Barat Kalimantan Tengah.
- April 2026: Banten Sebagian Jawa Barat.
- April-Mei 2026: Sulawesi Tenggara Sebagian Nusa Tenggara Timur.
- Mei 2026: Papua bagian tengah dan selatan Maluku bagian tenggara.
(KR/kc)