KompasReal.com – Fenomena proyek pembangunan yang bermasalah, baik dari segi kualitas, waktu pengerjaan, maupun anggaran, bukanlah hal baru di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah ketika masalah-masalah tersebut mayoritas sarat dengan dugaan korupsi yang terstruktur dan masif.
Praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengikis kepercayaan publik dan menghambat laju pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat.
Kita sering kali menyaksikan proyek infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, gedung pemerintahan, atau fasilitas publik lainnya yang mangkrak, selesai di luar tenggat waktu, atau bahkan ambruk tak lama setelah diresmikan.
Di balik kegagalan-kegagalan ini, seringkali terkuak aroma tidak sedap berupa praktik korupsi. Mulai dari mark-up anggaran, suap dalam proses tender, hingga penggunaan material di bawah standar demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Dampak dari maraknya proyek bermasalah yang diselimuti korupsi ini sangat multidimensional.
Pertama, kerugian finansial negara yang sangat besar. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru menguap ke kantong-kantong pribadi atau kelompok tertentu.
Ini berarti kesempatan untuk membangun lebih banyak sekolah, rumah sakit, atau fasilitas air bersih menjadi hilang.
Kedua, kualitas layanan publik yang terkompromi. Ketika proyek jalan dibangun dengan material seadanya, maka jalan tersebut akan cepat rusak, menghambat mobilitas ekonomi dan membahayakan pengguna.
Ketika fasilitas kesehatan dibangun tidak sesuai standar, masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis akan menjadi korbannya. Ini adalah pengkhianatan terhadap hak-hak dasar warga negara.
Ketiga, erosi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi. Masyarakat yang melihat proyek-proyek bermasalah dan tercium bau korupsi akan kehilangan keyakinan bahwa pemerintah bekerja untuk kepentingan mereka.
Ini bisa memicu apatisme, sinisme, dan bahkan ketidakstabilan sosial. Investasi pun bisa terhambat karena investor akan ragu dengan iklim bisnis yang tidak bersih.
Lantas, mengapa masalah ini terus berulang?
Akar masalahnya seringkali terletak pada lemahnya sistem pengawasan, kurangnya transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta penegakan hukum yang belum sepenuhnya tegas dan tanpa pandang bulu.
Lingkaran setan korupsi ini diperparah oleh kolusi antara oknum pejabat, kontraktor, dan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan.
Untuk memutus mata rantai ini, diperlukan langkah-langkah konkret dan komprehensif. Pertama, penguatan sistem pengawasan internal dan eksternal, termasuk peran aktif lembaga audit dan masyarakat sipil.
Kedua, peningkatan transparansi dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan, tender, pelaksanaan, hingga evaluasi, dengan memanfaatkan teknologi digital untuk meminimalkan interaksi tatap muka yang rawan suap.
Ketiga, penegakan hukum yang tanpa kompromi terhadap para pelaku korupsi, dengan memberikan efek jera yang setimpal. Hukuman bukan hanya penjara, tetapi juga pengembalian aset dan sanksi sosial.
Maraknya proyek bermasalah yang sarat korupsi adalah cerminan dari penyakit sistemik yang mengancam masa depan bangsa.
Ini bukan hanya tentang uang yang hilang, tetapi tentang hilangnya kesempatan untuk maju, hilangnya kualitas hidup, dan hilangnya kepercayaan.
Sudah saatnya kita semua, baik pemerintah maupun masyarakat, bersatu padu untuk memberantas praktik kotor ini demi pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. (KR/cc)