Pasaman Barat, KompasReal.com – Belanja iuran jaminan kesehatan di Kabupaten Pasaman Barat dipertanyakan karena diduga terdapat pembayaran lebih dan berisiko tidak tepat sasaran. Hal ini terungkap dari surat DPP LSM P2NAPAS yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat dan ditembuskan kepada awak media pada 18 November 2024.
Surat LSM P2NAPAS Nomor 01/DPP-LSM P2NAPAS/11/2024 menyebutkan bahwa belanja iuran jaminan kesehatan yang dianggarkan sebesar Rp840.630.000,00 telah direalisasikan sebesar Rp591.785.600,00 atau 70,40% per 31 November 2023. Anggaran tersebut mencakup iuran jaminan kesehatan dan bantuan iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBPU dan BP Kelas III.
Program jaminan kesehatan di Kabupaten Pasaman Barat didasarkan pada Rencana Kerja antara Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat dengan BPJS Kesehatan Cabang Bukittinggi. Kabupaten Pasaman Barat juga menjalankan program kemitraan dengan Provinsi Sumatera Barat melalui Program Jaminan Kesehatan Sumbar Sakato (JKSS).
Sumber dana iuran JKSS berasal dari cost sharing antara Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat (80%) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (20%). Selain itu, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat juga menyediakan anggaran Jaminan Kesehatan Tuah Basamo untuk masyarakat kurang mampu yang bukan penerima PBI APBN maupun JKSS.
Penetapan peserta JKSS dan Tuah Basamo di Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2023 dilakukan melalui Keputusan Bupati Nomor 188.45/851/BUP-PASBAR/2022 dan Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/633/BUP-PASBAR/2023.
Berdasarkan dokumen pembayaran iuran jaminan kesehatan, LSM P2NAPAS menemukan beberapa hal yang dipertanyakan:
1. Terdapat kepesertaan JKSS dan Tuah Basamo yang telah meninggal dunia namun iurannya masih dibayarkan.
2. Terdapat kepesertaan JKSS dan Tuah Basamo ganda yang dibayarkan iurannya.
3. Terdapat kepesertaan JKSS dan Tuah Basamo dengan status NIK tidak ditemukan dalam database kependudukan sebanyak 4.367 peserta. Pembayaran iuran JKSS dan Tuah Basamo untuk peserta dengan NIK tidak ditemukan ini dipertanyakan kewajarannya dan mencapai Rp138.626.800,00.
” LSM P2NAPAS menilai bahwa kurang optimalnya pengawasan dari Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Dinas Sosial terhadap pelaksanaan pendataan program JKN menjadi penyebab permasalahan ini. Mereka juga mempertanyakan apakah Kepala Dinas Sosial telah melakukan pengawasan optimal atas pendataan, verifikasi, dan validasi calon PBI jaminan kesehatan yang dibiayai APBD.” ujar Ketua LSM P2NAPAS Ahmaf Husein.
Selain itu, LSM P2NAPAS mempertanyakan apakah Kepala Dinas Kesehatan telah melakukan koordinasi dan rekonsiliasi dengan BPJS Kesehatan untuk memproses kelebihan pembayaran iuran premi Jaminan Kesehatan Nasional atas data penduduk yang sudah meninggal dan ganda sebesar Rp45.353.000,00.