CERPEN.
Pak Ahmad, seorang pengrajin kertas tua, duduk di teras rumahnya, memandangi lembaran-lembaran kertas yang berserakan di meja. Matanya berkaca-kaca, mengingat masa-masa indah bersama sang istri, Bu Aminah.
Bu Aminah, wanita yang selalu setia mendampinginya dalam suka dan duka, telah tiada setahun yang lalu. Sejak kepergian Bu Aminah, Pak Ahmad merasa sepi. Rumah yang dulunya dipenuhi tawa dan canda, kini terasa sunyi.
Pak Ahmad meraih sebuah kotak kayu tua. Di dalamnya, tersimpan rapi lembaran-lembaran kertas yang telah menguning karena dimakan usia. Kertas-kertas itu adalah surat-surat cinta yang pernah ditulis Bu Aminah untuknya.
Pak Ahmad membuka surat pertama. Tulisannya masih terlihat jelas, meskipun tinta telah memudar. “Sayangku Ahmad, hari ini aku sangat bahagia. Aku tak sabar untuk menua bersamamu. Aku ingin melihat anak-anak kita tumbuh besar dan bahagia,” tulis Bu Aminah.
Pak Ahmad tersenyum getir. Kenangan tentang Bu Aminah kembali berputar di kepalanya. Ia ingat bagaimana Bu Aminah selalu mendukungnya dalam mengembangkan usaha kerajinan kertasnya. Ia ingat bagaimana Bu Aminah selalu tersenyum dan menyemangatinya ketika ia merasa lelah.